"Bahaya Nafsu Perut"

" Nafsu tak ubahnya seperti anak kecil, bila engkau tidak menghentikannya dari kebiasaan menyusu, maka ia akan tumbuh besar dalam keadaan tetap menyusu".

Berbicara tentang Nafsu Perut, tak bisa dilepas dari makanan. Saya yang seneeeng banget masak (walaupun rasanya tidak sesedap yang dijual di resto2), juga hobi banget jajan mungkin agak susah menerima kalimat di atas. Tapi kalo dipikir2 ... iya juga yah, kadang kita suka men'dewa'kan cita dan rasa sebuah makanan yang notabene sekedar memuaskan nafsu lidah dan perut.

Waktu pertama kali menikah, hobi masak saya kurang tersalurkan. Bukan karena suami tidak suka masakan saya, tapi style makan suami berbeda dengan style makan saya. Kalo saya hobi mencicipi berbagai makanan kemudian dipraktekan di rumah, sementara suami makan hanya 'sebatas kebutuhan'. Tidak perlu rasa apalagi hiasan. ( wajar aja sih, baginya bayam dan kangkung sama saja, he ..he... Bener lho, sampai sekarang dia ngga tau beda sayur kangkung dan bayam).

Menjembatani 'dua kepala' yang berbeda ini, pasti kebayang kan bagaimana caranya agar 'kompak' dalam urusan makan. Apalagi makanan yang diberikan untuk anak2. Sering saya bersusah2 untuk menyediakan makanan untuk anak2, jangan harap pujian deh yang keluar dari mulutnya, yang ada hanya.... enak (klise banget ya). Karena ngga tau lagi harus komentar apa.

Akhirnya, saya mencoba untuk berbesar hati dan mendalami maksud sikap suami. Ia hanya tidak ingin anak-anak kami kelak jadi 'ahli butun', (ahli makan), tepatnya sih budaknya makanan. Yang akan sangat tersiksa kalau suatu saat ketemu sama makanan yang tidak sesuai selera, yang menyebabkan kami makan bukan sebagai sebuah kebutuhan tapi sekedar memanjakan cita dan rasa di lidah saja. Padahal esensinya kan kita makan supaya tubuh kita sehat dan dapat beribadah lebih baik lagi.( Maaf ya para ahli kuliner...). Ini bukan ingin membuka 'debat terbuka', tapi sekedar curahan hati seseorang yang ingin lebih khusyuk lagi dalam beribadah. Saya pribadi sampai sekarang masih senang berburu dan berguru kepada para ahli kuliner, untuk meng-upgradekan kemampuan kuliner saya. Tapi paling tidak paradigma saya terhadap makanan terutama 'Gaya makan' sedikit berubah . Apalagi ketika kita melihat masih banyak di sekeliling kita yang 'sekedar untuk makan' saja susah.

Wallahu 'alam

Komentar

Postingan Populer